Pengguna internet mengalami peningkatan selama masa pandemi COVID-19. Berdasarkan survei BNPT, ada sekitar 80 persen generasi muda rentan terpapar radikalisme, karena cenderung tidak berpikir kritis. Ancaman non fisik lebih berbahaya karena yang dirubah adalah cara berpikir.
Sebelum ke pembahasan lebih jauh, tahukah kalian apa itu radikalisme dan terorisme ?
- Radikalisme
Radikalisme merupakan paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara itu Radikalisme menurut wikipedia adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Apabila dilihat dari sudut pandang keagamaan dapat diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham/aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham/aliran untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secara paksa.
Adapun yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Sementara Islam merupakan agama kedamaian. Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik.
Baca juga : Penyakit Hati Lebih Berbahaya Dari Virus Corona: Apakah ada Vaksinasinya ?
- Terorisme
Secara etimologi terorisme berasal dari kata “to Terror” dalam bahasa inggris. Sementara dalam bahasa latin disebut Terrere yang berarti “gemetar” atau menggetarkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terror merupakan suatu usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan tertentu (Depdikbud, 2013).
Teorisme dalam pengertian perang memiliki definisi sebagai serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan terror (takut), sekaligus menimbulkan korban massif bagi warga sipil dengan melakukan pengeboman atau bom bunuh diri.
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1, menyebutkan bahwa Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Mengenai perbuatan apa saja yang dikategorikan ke dalam Tindak Pidana Terorisme, diatur dalam ketentuan pada Bab III (Tindak Pidana Terorisme), Pasal 6, 7, bahwa setiap orang dipidana karena melakukan Tindak Pidana Terorisme, jika:
1. Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 6).
2. Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional (Pasal 7).
Dan seseorang juga dianggap melakukan Tindak Pidana Terorisme, berdasarkan ketentuan pasal 8, 9, 10, 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dari banyak definisi yang dikemukakan oleh banyak pihak, yang menjadi ciri dari suatu Tindak Pidana Terorisme adalah:
1) Adanya rencana untuk melaksanakan tindakan tersebut.
2) Dilakukan oleh suatu kelompok tertentu.
3) Menggunakan kekerasan.
4) Mengambil korban dari masyarakat sipil, dengan maksud mengintimidasi pemerintah.
5) Dilakukan untuk mencapai pemenuhan atas tujuan tertentu dari pelaku, yang dapat berupa motif sosial, politik ataupun agama.
Baca juga : Pentingnya Pendidikan Sebagai Solidaritas Global Pasca Pandemi Covid-19
Faktor apa saja yang menyebabkan terpapar paham radikalisme. Yusuf al-Qardawi menjelaskan tujuh faktor yang ”mempengaruhi” kemunculan Radikalisme diantaranya adalah:
1. Pengetahuan agama yang setengah-setengah melalui proses belajar yang doktriner.
2. Literal dalam memahami teks-teks agama sehingga kalangan radikal hanya memahami Islam dari kulitnya saja akan tetapi sangat minim pengetahuannya tentang wawasan tentang esensi agama.
3. Tersibukkan oleh masalah-masalah sekunder seperti menggerakgerakkan jari ketika tasyahud, memanjangkan jenggot dan meninggikan celana sembari melupakan masalah-masalah primer.
4. Berlebihan dalam mengharamkan banyak hal yang justru memberatkan umat.
5. Lemah dalam wawasan sejarah dan sosiologi sehingga fatwa-fatwa mereka sering bertentangan dengan kemaslahatan umat, akal sehat dan semangat zaman.
6. Radikalisme tidak jarang muncul sebagai reaksi terhadap bentuk-bentuk Radikalisme yang lain seperti sikap radikalkaum sekular yang menolak agama.
Untuk mencegah adanya pemahaman radikal di kalangan remaja, ada beberapa hal yang harus dilakukan :
1. Mengajarkan nilai-nilai kebhinekaan di sekolah-sekolah
2. Meningkatkan partisipasi orang tua murid untuk memastikan agar anak-anak mereka tidak mengambil jalan pemahaman radikalis dan intoleran.
3. Perkaya wawasan keagamaan yang moderat, terbuka dan toleran.
4. Bentengi keyakinan diri dengan selalu waspada terhadap provokasi, hasutan dan pola rekruitmen teroris baik di lingkungan masyarakat maupun dunia maya.
5. membangun jejaring dengan komunitas damai baik offline maupun online untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
6. Pemerintah menghimbau sekolah-sekolah agar melakukan kerjasama dengan organisasi pelajar yang moderati Indonesia dalam memperkuat nilai-nilai kebhinekaan di sekolah-sekolah.
Baca juga : Etika Perbedaan Dalam Islam Menurut Al-Qur'an dan Hadits
Radikalisme tidak sesuai degan ajaran Islam sehingga tidak patut untuk ditujukan dalam gama Islam karena sesungguhnya dalam Islam tidak ada yang namanya radikalisme Dalam Al Qur’an dan Hadits sendiri memerintahkan umatnya untuk saling menghormati dan menyayangi serta bersikap lemah lembut kepada orang lain meskipun orangtua penganut agama lain.
Kekerasan dalam bentuk perang atau bentuk kekerasan yang lain bukan dimulai oleh umat Islam sendiri. Begitu pula dalam sejarah perjungan nabi Muhammad SAW, perang badar, uhud, dan lainnya bukanlah umat Islam yang mengundang kaum kafir, akan tetapi sebaliknya. Umat Islam justru diperintahkan untuk tetap berbuat baik kepada siapa pun, termasuk kepada non-muslim yang dapat hidup rukun. Mengenai hal ini, Allah juga berfirman dalam surah Al Mumtahanah ayat 09:
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 09)