JELAJAH MAKAM TUA
Written by Syukur Riyadin
![]() |
Foto: Makam Kyai Tubagus Masdar Sayuti |
Sore di bawah pohon kersen yang sejuk dihangatkan dengan suasana diskusi serta ditemani segelas kopi, rokok dan tempe medo sepesial di warung Pak Wardi. Salah satu temanku bernama Eko merupakan seorang seniman lukis sekarang sedang mendalami seni batik bercerita bahwa dia diperintah oleh gurunya asal Jogja.
Agar mendapat ijazah dari gurunya Eko harus berziarah ke makam Mbah Masdar di daerah Gombong Kebumen. Apabila sudah berziarah Eko kemudian soan ke gurunya melaporkan bahwa dirinya sudah menjalankan sesuai perintah. Konon ceritanya Mbah Masdar merupakan tokoh yang pertama kali membawa serta mengenalkan seni batik di Kebumen.
Dan salah satu karomah beliau yaitu mencari batu biasa di sungai lukulo kemudian di jadikan cincin berubah menjadi sebuah berlian yang mahal. Sudah lama sekali Eko belum berziarah dan ingat pesan gurunya untuk berziarah ke makam Mbah Masdar melaksanakan peritah guru serta mengalap barokah kepada Mbah Masdar. Namun hingga saat ini Eko belum tahu lokasi di mana makam mbah masdar berada.
“Ayo, malam ini saja kita berangkat!,” sahut Mahu yang begitu semangat. “Memang kamu sudah tahu lokasi makamnya dimana?” timpal Eko seorang seniman muda. “Belum sih, tapi kita bisa tanya disana sama warga.” “Kalau Malam hari aku enggak mau, lebih baik pagi atau sore kalau malam aku belum berani.” jawab Eko.
“Iya memang, nanti kita akan melewati hutan, jalan yang menanjak, terjal dan licin sangat berbahaya.” kata Mufid penuh rasa kehati-hatian. “Aku setuju apa kata Eko lebih baik kita berangkat pagi saja, takutnya nanti kita kenapa-napa di jalan lagi pula jarak ke lokasipun jauh.” jawabku yang dari tadi hanya asik mendengarkan. “Jangan terburu-buru terlalu menuruti nafsu lagian kita tidak tahu medannya seperti apa." kata Eko. "Sebaiknya kita mencari informasi terlebih dahulu.”
Hari sudah menjelang sore dan cuacapun mendung. Mahu ada keperluan sehingga kita putuskan untuk pulang. Waktu dan hari belum di tentukan selanjutnya kami berembug chatting di grup Whatsapp. Didalam grup Whatsapp kami semua sepakat mengajak teman-teman yang memiliki waktu luang untuk ikut berangkat ziarah pada hari Jumat pagi pukul 07.00 WIB titik kumpul dirumah Mufid.
***
Jum’at berkah cuaca pagi yang begitu cerah awali dengan bismillah. Terkadang kita membuat janji namun semua Allah yang menentukan. Yang tadinya kita sepakat berangkat pagi namun waktu berubah molor tidak sesuai kesepakatan. Rasanya ingin merubah kebiasaan budaya molor menjadi tepat waktu rasanya sulit.
Mungkin aku harus makan “odading mang oleh” supaya berubah menjadi iron man dan menyelamatkan dunia, namun aku rasa itu mustahil. Semua kembali pada diri masing-masing berubah mulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu. Aku dan Mahu sudah sampai di rumah Mufid datang lebih awal. Sambil menunggu teman yang lain.
“Mahu kamu sudah menghubungi Eko?” celetuk tanyaku. ”Sudah di Whatsapp namun belum di balas.” jawab Mahu dengan rasa yang penuh keraguan. “WA Eko kan rusak jadi enggak bisa balas seharusnya kamu chat di Facebook.” kata Mufid memberikan saran. ”Waduh kalau begitu aku samperin kerumah saja langsung” Mahu lalu mengegas motornya dengan kencang.
10 menit kemudian Sofi dan Iah sampai di rumah Mufid. karena jarak menuju lokasi makam begitu jauh kita langsung berangkat. ”Otw langsung.” kata Mufid. “Tunggu dulu dimana Mahu?” tanya Sofi. “Sedang menjemput Eko di rumah.” jawabku. “Keburu siang, Kita tunggu Mahu di jembatan tembana saja” timpal Mufid.
Setelah melewati jembatan tembana kami menunggu Mahu dan Eko di sebrang jalan, tidak berselang lama kemudian Mahu datang namun tidak bersama Eko. “Eko dimana, kenapa tidak ikut?” tanyaku penuh ke kepoan. “Eko tidak bisa ikut hari ini, dia sudah ada janji dengan tukang dekor akan membongkar dekor pengantin jadi tidak bisa ikut” jawab Mahu. “kita berangkat langsung saja”.
Perjalanan kami cukup jauh, perkiraan sekitar 1,5 jam sampai di lokasi. Sesampainya di Desa Grenggeng belok kanan masuk gang Pasar Kemit jalannya tidak begitu bagus sedikit berlubang dan becek. Menyusuri jalan berkelok, suara merdu burung berkicau, air sungai dan pohon-pohon indah berseri menyambut kedatangan kami. Terlalu asik aku menikmati suasana pemandangan hingga lupa arah tujuan.
"Belok kanan!" Suara Mufid tiba-tiba membuyarkan pikiranku. Dengan kaget saya langsung membelokan stang motor ke kanan melewati jembatan jalan yang sempit serta menanjak. Sesampainya di ujung jalan semua berhenti kami berlima tidak tahu kemana arahnya.
Mufid yang pernah satu kali ziarah juga lupa jalannya. Saya berfikir kita semua kesasar, Alhamdulillahnya ada seorang Kakek berambut putih, tua, dan sedikit membungkuk menurut saya umurnya sekitar 80 tahunan. Lalu Mufid turun dari motor kemudian menghampiri Kakek tua meminta petunjuk jalan.
“Permisi mbah mau tanya, jalan menuju makam mbah baribin kemana ya?” tanya Mufid dengan penuh kesopanan. “Oh makam Mbah Baribin dalan niki sampean lurus mawon.” “Maturnuwun mbah.” jawab Mufid dengan santun.
Baru melaju sekitar 5 meter kami berhenti di pertigaan, bingung kalau ke bawah tidak mungkin jika lurus ragu karena jalannya berbatuan sepertinya tidak bisa dilewati kemudian Kakek tua itu menghampiri kita lagi. “ Lurus terus mawon mengkin mentok dalan alus, sampean belok kanan lajeng manjat terus!” perintah kakek tua yang sangat baik hati.
Kami semua mengucapkan terimakasih banyak kepada kakek tua yang telah memberi tahu arah jalan. Tadinya kami semua sempat ragu pada akhirnya kami menuruti apa kata Kakek tua itu. Dan ternyata benar kami sampai pada jalan yang dimaksudkan.
Karena jalannya yang sangat tinggi menanjak motor yang aku naiki aku gas terus. Tiba-tiba di tengan jalan salah satu teman kami mengalami musibah. Motor Mahu tidak kuat menanjak ke atas, Mahu berusaha mengegas dengan kuat namun usahanya tidak berhasil. Padahal mesin masih menyala dan bensinpun masih ada. Lalu kemudian mencoba dengan mengambil ancang-ancang namun usahnya sia-sia. Motornya hanya menggerung namun tidak berjalan. Kemudian aku turun membantu mendorongnya.
![]() |
Sangat melelahkan karena jalannya yang begitu menanjak dan masih jauh aku tidak mampu medorong tenaga berkurang badan lemes, terpaksa motor Mahu parkirkan dipinggir kanan jalan. Motor di standar salah satu dari kami melihat lalu berkata “Itu plang makam Mbah Masdar” sambil menunjukkan tangan. Plang yang bertuliskan nama lengkap makam Kyai Tubagus Masdar Sayuti belok ke arah kanan kurang lebih 100 m. Alhamdulilah kita kita semua diberi petunjuk oleh Alloh letak makam Mbah Masdar yang kami cari.
Kami sepakat untuk berziarah ke makam Syeh Baribin terlebih dahulu baru kemudian ke makam Mbah Masdar. Lanjut berjalan kaki ke makam Syeh Baribin sesampainya di parkiran nafas kami terengah-engah beristirahat sejenak sambil mengobrol menghilangkan rasa lelah. |
“Aduh..melelahkan banget aku tidak pernah secapek ini.” kata Mahu dengan nafas terengah-engah. “Lemakmu langsung berkurang hud” sahut Iah sambil tersenyum. “Langsung turun derastis.”
“Akibat berat badanmu yang besar itu mungkin membuat motormu tidak kuat naik” kata Sofi sambil tertawa. “Bisa jadi itu hahahaaa…” timpalku. “Asemlah” jawab Mahu dengan senyum manisnya. Semua tertawa terbahak-bahak.
Istirahat sudah di rasa cukup, kami mengambil air wudu di tempat yang sudah di sediakan, setelah berwudu naik lagi kita semua harus melalui anak tanggga yang tinggi dan panjang untuk sampai keatas makam.
![]() |
Foto: Tangga menuju makam Syeh Baribin Grenggeng |
Sesampainya di ujung tangga ada sebuah gazebo yang mungkin di sediakan untuk istirahat. Kami istirahat lagi di gazebo, makluk lah kami semua bukan orang pegunungan jarang naik gunung jadi dikit-dikit istirahat. Waktu menunjukan pukul 10.18 siang kami bergegas berziarah membaca kalamulloh, berdzikir, dan berdoa dengan khusu’ mengharap keberkahan di tutup dengan sholawat setelah selesai ziarah makam Syeh Baribin berlanjut ziarah ke makam Mbah Masdar.
***
Bersambung...