• Jelajahi

    Copyright © Laku Suluk
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Etika Perbedaan dalam Islam Menurut Al-Qur’an dan Hadits

    Rabu, 14 Oktober 2020, 14.17 WIB Last Updated 2020-11-06T16:13:10Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

     

    Di awal tulisan ini, marilah kita coba memikirkan tentang kelapa dan kurma yang sebenarnya masih sama-sama keluarga Palmae (palem). Jika kita hanya menyajikan dua jenis dari keturunan palmae tersebut, pasti kita akan berfikir manakah yang lebih baik? Hampir sebagian orang Islam akan menilai kurmalah yang lebih baik, karena Nabi Muhammad Saw. dulu memakan buah tersebut.


    Namun, cobalah kita lupakan perbandingan keduanya sejenak dan menyajikan saudara-saudara keduanya yang lain. Sagu, enau/aren, gebang, rotan, salak, kelapa sawit, lontar, nipah, dan mungkin masih banyak saudara lainnya. Masing-masing keturunan palmae tersebut berasal dari satu moyang yang masing-masing beradaptasi dengan kondisi geografisnya.


    Seperti yang pernah diungkapkan oleh Prof. Ismail Fajri Alatas (Dosen New York University dalam kuliah umumnya di Yogyakarta, demikianlah analogi Islam dewasa ini. Islam zaman Nabi Saw. ibarat moyang palmae yang sudah sulit-untuk mengatakan tidak-dapat ditemui di belahan bumi manapun. Zaman sekarang yang ada adalah turunan dari Islam yang terus menerus bergulir dari zaman ke zaman.


    Bolehkah ada golongan Islam yang mengaku bahwa golongannya lah yang merupakan moyang dari Islam itu sendiri? Namun kiranya tidak, masing-masing golongan Islam tersebut telah beradaptasi terhadap lingkungannya (suku, budaya, dan adat istiadat) dengan tetap memegang prinsip Islam. Lantas bagaimana kita sebagai generasi belakangan menyikapi perbedaan diantara golongan tersebut?


    Dalam Al-Qur’an sendiri, Allah Swt. telah mendeklarasikan perbedaan di antara umat manusia sebagai berikut:


    وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ (118)  إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (119)


    “Andai Tuhanmu menghendaki, Ia akan menjadikan manusia satu umat. (namun) Mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu, dan untuk itulah Allah menciptakan mereka.” (QS. Hud: 118-119)


    Dari ayat di atas, jelaslah perbedaan merupakan sunnatullah (ketetapan dari Allah Swt.) yang wajib kita imani. Walaupun sebenarnya mampu saja Allah Swt. menciptakan manusia menjadi umat yang satu (seragam). Dalam keadaan perbedaan tersebut, banyak orang yang pada akhirnya berselisih pendapat. Seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini, disadari atau tidak sungguh tampak perselisihan tersebut yang semakin meruncing.


    Masing-masing dari mereka mengklaim bahwa golongannyalah yang paling benar dan menuduh kafir kepada yang lain. Bahkan berawal dari tuduhan tersebutlah yang menjadi motif melakukan aksi kekerasan dan bom bunuh diri. Padahal, Allah Swt. sendiri mengajarkan kepada semua manusia untuk saling mengenal. Demikianlah ayatnya:


    يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ


    “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (QS. Al-Hujurat: 13)


    Namun, sebenarnya tidak kali ini saja perbedaan pendapat tersebut terjadi, bahkan sejak Nabi Muhammad Saw. masih hidup pun telah ada. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah Saw. bersabda pada peristiwa Ahzab: “Janganlah ada satupun yang shalat ‘Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah.”


    Lalu ada di antara mereka mendapati waktu ‘Ashar di tengah jalan, maka berkatalah sebagian mereka, “Kita tidak shalat sampai tiba di sana.” Yang lain mengatakan, “bahkan kita shalat saat ini juga. Bukan itu yang beliau inginkan dari kita.” Kemudian hal itu disampaikan kepada Rasulullah Saw. namun beliau tidak mencela salah satunya.”


    Dari kisah inilah seharusnya umat Islam mengambil teladan dari Rasulullah Saw. dalam menyikapi perbedaan pendapat. Potensi mencela ketika menghadapi perbedaan pun telah beliau cegah sedini mungkin agar masing-masing saling menghargai. Dengan begitu, orang-orang akan saling menguatkan dalam memegang agama Allah Swt. Dalam beberapa firman-Nya Allah Swt. pun melarang umat Islam untuk saling bercerai berai:


    وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟


    Dan berpeganglah kalian semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.” (QS. Ali Imran:103)


    وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ


    “Dan taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian saling berselisih, maka kalian menjadi gentar dan lenyap kekuatan kalian.” (QS. Al-Anfal: 46)


    أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ......


    ...Tegakkanlah agama dan janganlah kamu terpecah-belah di dalamnya...” (Asy-Syu’ara: 13)


    Dari beberapa ayat di atas, jelaslah kita dilarang untuk bercerai-berai, terpecah belah, dan berselisih dalam menghadapi perbedaan. Lebih bijak dan ariflah dalam menilai golongan lain, karena sebenarnya kita semua adalah turunan dari Islam yang telah menyejarah. Seperti palmae yang entah sekarang dapat dijumpai dimana, namun bermacam turunannya masih dapat terus kita jumpai.


    Dalam Hadits Nabi Saw. pun beliau bersabda, “Kalian tidak akan bisa masuk surga kecuali jika kalian beriman, dan kalian tidak bisa dikatakan beriman sebelum kalian saling mencintai.”  (HR. Muslim)


    Dalam perbedaan apapun, sebenarnya kita tetap dapat saling mencintai karena Allah Swt. Semua yang terhampar di muka bumi inilah ciptaannya, dan karena itulah kita mencintai. Kita pun sudah seharusnya mengambil semua pelajaran atas apa yang nampak di hadapan kita ataupun tidak. Dengan begitulah semoga keimanan kita semakin bertambah kepada sang Pencipta.

    Wallahu a’lam...

    Penulis: Muhammad Mufid

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    NamaLabel

    +