Dorongan yang timbul pada diri penulis secara sadar mengikuti agenda setiap malam ahad wage yang rutin dijalankan MATAN yaitu tukar kawruh dan mujahadah surat al waqi'ah.
Kegiatan ini juga mengkaji dan mendiskusikan Kitab Adab Suluk al-Murid karya Habib Abdullah bin Alawi al Haddad. Sebagai pemateri beliau Gus Mujasim, SHI, MSI. Dengan teman "Permulaan Jalan Menuju Allah."
Sangat menarik kita kaji bersama. Terutama kita (murid) yang sedang memulai atau mengawali suluk. Terkadang kita bingung bagaimana dan dari mana untuk memulainya ?
Permulaan menempuh jalan menuju Allah (thariqah) adalah sebuah dorongan kuat yang diletakkan di dalam hati seorang hamba yang membuatnya gelisah, khawatir dan mendorongnya untuk mendatangi Allah dan (menuju) Akhirat, serta berpaling dari (kehidupan) dunia dan menjauhi perkara yang semua manusia sibuk dengannya seperti ikut andil dalam meramaikan dunia (bermegahan), menumpuk-numpuknya, menikmati kesenangan di dunia (sehingga lalai) dan tertipu dengan hiasan luarnya.
Allah SWT memberi dorongan diri atau naluri (garizah) pada manusia begitu juga binatang-binatang, dilengkapi oleh Allah dengan bermacam-macam sifat, yang timbulnya bukan dari pelajaran, bukan pula dari pengalaman, melainkan telah dibawanya dari kandungan ibunya. Sifat-sifat ini namanya "naluri", dalam bahasa Arab disebut garizah.
Sebagaimana disebutkan, terdapat pada manusia dan binatang. Perbedaannya ialah naluri manusia bisa menerima pendidikan dan perbaikan, tetapi naluri binatang tidak. Sebab itulah manusia bisa maju, sedangkan binatang tidak, ia tetap seperti sediakala. Naluri-naluri itu adalah dasar bagi kebaikan, dan juga dasar bagi kejahatan.
Konsep motivasi (dorongan) diri menurut Al Gazhali ada 3 yaitu:
1). Al-Iradah (kemauan atau keinginan) yaitu mengambil suatu manfaat yang baik untuknya dan menjauhkan perkara yang membahayakan.
2). Al Qudrah (Kuasa) yaitu kemampuan untuk mewujudkan al-Iradah.
3). Al Ilmu yaitu idrokusy-syai'i bihaqiqotihi, yang artinya “mengerti/mengetahui akan sesuatu (sesuai) dengan hakekatnya“.
Mempuyai kemauan (iradah), kemampuan (qudrah) di dasari dengan ilmu. Kemampuan menggabungkan ketiganya merupakan kunci keindahan paras batin. Tiga kriteria tersebut merupakan sesuatu yang tidak dimiliki oleh hewan.
Berbagai metode yang Allah berikan berupa hidayah pada hambanya, dorongan ini adalah sebagian dari tentara Allah yang bersifat batin. Sering kali dorongan seperti ini dibukakan pada hamba saat dalam kondisi takut, susah, suka ataupun rindu dan (juga) saat memandang Ahlullah ta’ala atau dilihat oleh mereka. Dan kadang-kadang dorongan tersebut diperoleh tanpa sebab.
Rasulullah –‘alaihi assholatu wassalam- telah bersabda: “Sesungguhnya Tuhan kalian memiliki banyak pemberian di hari-hari dalam tahun kalian. Ingatlah, cari dan temukanlah pemberian itu!”
Baca juga: Sudahkah anda berjalan ke dalam, menelusuri diri anda sendiri ?
Bagaimana Cara Memperoleh Dorongan Beribadah Menuju Allah Ta’ala dan Menjaganya ?
Siapapun yang diistimewakan oleh Allah dengan dorongan yang mulia ini merupakan sebagian nikmat paling besar dari Allah yang tidak ternilai dan tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Oleh karena itu, (orang yang memperoleh dorongan tadi) hendaknya memperbanyak bersyukur kepada Allah ta’ala atas apapun yang Ia berikan dan prioritaskan kepada orang tersebut serta beryukur karena Allah telah mengistimewakannya daripada teman dan rekan-rekannya. Padahal berapa banyak orang islam yang telah mencapai umur 80 tahun bahkan lebih sementara itu ia belum menemukan dorongan ini dan (juga) tidak menempuh mencarinya satu haripun dari waktunya.
Keharusan bagi salik berusaha dengan tekun dalam menguatkan, menjaga dan menurutinya yakni dorongan ini.
Pertama, menguatkannya adalah dengan dzikrullah (berdzikir dan ingat kepada Allah, memikirkan/merenungkan apa-apa yang ada di sisi Allah dan bergaul serta dekat pada Ahlullah.
Kedua, menjaga dan memeliharanya adalah dengan menjauhi duduk-duduk, berkumpul dengan orang yang terhalangi dari Allah dan melawan godaan-godaan syetan.
Ketiga, menurutinya (yakni menuruti dan meng-iyakan dorongan yang sudah dijelaskan) yaitu dengan bergegas kembali menuju kepada Allah ta’ala, bersungguh-sungguh dalam mendatangi dan menuju Allah, tidak bermalas-malasan, menunda-nunda, mengkendurkan dan mengakhirkannya karena kesempatan telah datang kepadanya untuk itu bergegaslah menggunakannya.
Dan (juga) pintu (menuju Allah melalui dorongan yang telah telah diberikan) telah dibukakan untuknya, untuk itu masuklah. Serta ia sudah diajak (oleh dorongan tadi) maka bergegaslah. Dan waspadalah dari “besok-besok” (menunda dengan alasan masih ada waktu) karena hal tersebut termasuk dari perbuatan syetan. Kerjakanlah, jangan menjadi kendur (lengah) dan jangan beralasan tidak sempat dan tidak pantas (belum layak).
Syaikh Abu Rabi’ rahimahullah telah berkata:
قَالَ أَبُو الرَّبِيْعُ رَحِمَهُ اللّٰهُ : سِيْرُوا إِلٰى اللّٰه عُرْ جَاً وَمَكَا سِيْرَ وَلَا تَنْتَظِرُوا الصِّحَّةَ فَإِنَّ انْتِظَا رَالصِّحَّةِ بِطَا لَةٌ
“Berjalanlah menuju Allah dengan keadaan pincang dan lemah. Janganlah kalian menunggu sehat, karena menunggu sehat adalah wujud tunakarya”.
Perkara baik yang bisa mendekatkan kita kepada Allah untuk segera dilaksanakan walaupun dalam keadaan pincang dan lemah. Janganlah beralasan berkata -tapi, menunda-nunda umur, dan waktu sehat, karena menunggu sehat adalah wujud pengangguran yang tidak akan memperoleh apa-apa (tunakarya). Hakikatnya yang menjamin umur dan kesehatan adalah Allah SWT. Maka gunakan waktu masa mudamu, sehatmu dan sempatmu untuk belajar taqarub ilallah.
Dan Syaikh Ibnu ‘Athaillah telah berkata di kitab al Hikam:
وَقَالَ ابْنُ عَطَا ءِ اللّٰهِ فِيْ الحِكَمِ : إِحَالَتُكَ العَمَلَ عَلٰ وُجُوْدِ الفَرَاغِ مِنْ رُعُوْنَاتِ النُّفُوْشِ
“Menunda beramal (bekerja ataupun berkegiatan) sampai (menunggu) adanya kesempatan merupakan kebodohan jiwa”.
Jika seorang murid menunda-nunda amal yang bisa mendekatkannya kepada Allah karena merasa tidak memiliki waktu luang di sela-sela kesibukan dunianya, tindakan itu merupakan tanda kebodohan jiwanya. Disebut bodoh karena ia telah menunda amalnya dengan menunggu waktu luang. Padahal, bisa jadi, alih-alih mendapatkan waktu luang untuk beramal ibadah, justru ajal yang menjemputnya tiba-tiba.
Bisa jadi juga, justru kesibukannya semakin bertambah karena kesibukan dunia pasti akan terus bertumpuk sebab satu sama lain saling berkaitan. Bahkan, andai kata ia mendapat waktu luang, tentu tekad dan niatnya pun sudah melemah. Oleh karena itu, sepatutnya ia segara bangkit melakukan amal-amal yang mendekatkan dirinya kepada Allah sebelum telambat. Pepatah mengatakan, "Waktu ibarat pedang. Jika kau tidak bisa menggunakannya, niscaya ia akan menebasmu."
Wallahua'lam
Baca juga: Masuk Thoriqoh: Merasa Suci atau Kotor ?