• Jelajahi

    Copyright © Laku Suluk
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Buya Hamka : Ulama Muhammadiyah Berthoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyyah Suryalaya

    Senin, 17 Januari 2022, 23.46 WIB Last Updated 2022-01-17T16:50:00Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini


    Siapa yg pernah menyangka bahwa ketua MUI pertama ini pernah berbaiat/mengambil talqin dzikir kpd Abah Anom, Mursyid Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyyah Suryalaya.


    Sebab Buya Hamka masuk TQN adalah diawali ketika sepulangnya dari Mekkah. Kemudian ia datang ke Pondok Persantren Suryalaya (PPS) yang menurut penjelasannya karena mendapat petunjuk Baginda Nabi Muhammad SAW. Agar menjumpai seorang hamba Allah yang ikhlas. Ketika di Suryalaya, didapatinya seorang Mursyid yang sangat bersahaja: tidak berjubah, tidak bersurban, dan tidak berjenggot, sebagaimana yg umumnya. Demikian juga para santrinya yang sederhana.


    Ada cerita menarik mengenai pesan Abah Anom kepada Hamka. Ceritanya: Setelah berada di Suryalaya untuk beberapa waktu, sampailah masa perpisahan, dan ketika Buya Hamka hendak berpamitan pulang, Pangersa Abah memeluknya dan berkata: “Ucapan jutaan terima kasih atas banyak ilmu yang telah dicurahkan, tetapi Abah mohon agar Buya mau mengatakan kepada Abah, bagaimana mengamalkan semuanya (ilmu yg disampaikan oleh Buya) itu. Abah sendiri juga tidak mampu, apalagi para santri. Mohon ditunjuki ya Buya“, demikian kurang lebih kata Pangersa Abah.


    Ketika itu juga Buya Hamka tersadar, sehingga dia menangis terisak-isak dan berlutut di hadapan Pangersa Abah. Buya sadar, ilmu yang banyak tidaklah berguna bila tidak diamalkan. Kemudian Buya malah minta ditunjukkan sebaik-baik amalan, sehingga akhirnya ditalqinkan kalimat yang agung: La ilaha illa Allah.


    Ketika Buya HAMKA berkunjungan ke Singapura pada tahun 1981, ceramahnya di Masjid Muhajirin, masih teringat jelas kata-katanya dan penjelasannya yang menunjukkan beliau sudah berbaiát kepada Abah Anom, ketika dalam ceramahnya beliau berkata : “Dalam berzikir kepada Allah ada kaifiatnya kemana di palingkan kepalanya, dari bawah dahulu kemudian ke atas, lalu ke kanan dan kemudian ke kiri. Bukan sembarangan..mengeleng ketika lafaz nafi, meng ‘ia’ ketika lafaz isbat..,." demikian kata Beliau .


    Masih dari pembahasan yang sama, mantan Ketua Umum Fatayat NU yaitu Sri Mulyati menuturkan, Buya Hamka sendiri pernah berujar di Pesantren Suryalaya Tasikmalaya bahwa dirinya bukanlah Hamka, tetapi Hampa. Katanya lagi : “Saya tahu sejarahnya, saya tahu tokoh-tokohnya, tetapi saya tidak termasuk di dalamnya, karena itu saya mau masuk’’. Akhirnya ia masuk TQN, karena mungkin haus spiritual. Buya Hamka berkata: “Diantara makhluk dan kholik itu ada perjalanan yang harus kita tempuh. Inilah yang kita katakan thoriqoh.” Di gambar tersebut terlihat jelas bahwa Abah Anom sedang memberikan sebuah tongkat dan jubah kebesaran untuk Buya Hamka.


    Selanjutnya, sebelum akhir hayat, Buya Hamka sempat berkunjung secara khusus kepada Pangersa Abah. Maka, seminggu sebelum “masa” itu tiba, Pangersa telah memberikan pesan sebelum Buya pulang ke rumah, yaitu untuk menyelesaikan segara urusan wasiat kepada keluarga, dan kemudian agar memfokuskan pada tawajjuh dengan sepenuh hati, agar baik dan mulia di saat kembali kepada-Nya. Bahkan Pangersa Abah menyatakan, bahwa “masa” itu terjadi setelah sholat Jumat.


    Subhanallah. Benar saja. Tepat setelah sholat Jumat, Buya Hamka kembali ke rahmatullah, dengan akhir kalamnya adalah kalimat ikhlas (laa ilaaha illallah). Terdapat keganjilan, di mana jari telunjuk kanan masih bergerak-gerak (sedang berdzikir khofi), sementara dokter telah menginformasikan kematiannya. Ketika dilaporkan kepada Pangersa Abah, Abah kemudian memberi pesan yang dibawa seorang wakil. Wakil Pangersa Abah tersebut setelah sampai di tempat jenazah Buya Hamka, mengatakan: “Sudah sudah.., ruhmu sudah kembali.., dan jasadmu harus tenang. Jangan mencari adat”. Maka berhentilah jari itu dari mengikuti gerakan dzikir. Sungguh merupakan kematian yang sangat indah.


    Dari sini kita dapat mengambil pelajaran yang sangat berharga bahwa hubungan antara murid dan guru tak akan terikat kecuali adanya hubungan batin diantara mereka. Orang yang mempunyai banyak ilmu, namun tak diamalkan sama saja dia tak memiliki apa-apa, karena ilmu tanpa diamal ibarat pohon yang tak berbuah. Maka benar perkataan al-Ghazali: "Ilmu tanpa amal, gila dan amal tanpa ilmu, sia-sia.” Olehkarenanya, salah satu cara untuk mengamalkan ilmu kita adalah dengan mengikuti thariqat. Sebab ini sebagai bukti pengaplikasian atas ilmu-ilmu yang telah kita miliki, yang mana di dalam thariqat itu senantiasa menekankan kedekatan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.


    Sumber : TQN SURYALAYA TASIKMALAYA https://m.facebook.com/groups/1490791604405760/permalink/2168234513328129/

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    NamaLabel

    +