Saat ini kita berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat modern. Mereka merasa bebas dan lepas dari kontrol agama dan pandangan dunia yang tidak jelas arahnya. Dalam masyarakat modern yang cenderung rasionalis, sekuler, dan materialis, ternyata tidak menambah kebahagiaan dan ketentraman hidupnya. Banyaknya orang yang stress dan gelisah akibat tidak mempunyai pegangan hidup.
Untuk itu Hossein Nasr menawarkan alternatif, agar mereka mau mendalami dan menjalankan tasawuf karena ia dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan spiritual mereka. Di sini tanggungjawab tasawuf bukan melarikan diri dari kehidupan dunia nyata ini, akan tetapi ia adalah suatu usaha mempersenjatai dengan nilai-nilai ruhaniah, sebab dalam tasawuf selalu dilakukan dzikir kepada Allah sebagai sumber gerak, sumber norma, sumber motivasi, dan sumber nilai.
Kehidupan modern seperti sekarang ini sering menampilkan sifat-sifat yang kurang dan tidak terpuji. Menurut para ahli tasawuf, manusia dalam kehidupannya selalu berkompetisi dengan hawa nafsunya yang selalu ingin menguasainya. Allah berfirman dalam Q.S Yusuf ayat 53 ;
وَمَآ أُبَرِّئُ نَفْسِىٓ ۚ إِنَّ ٱلنَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِٱلسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓ ۚ إِنَّ رَبِّى غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”
Agar hawa nafsu dikuasai oleh akal yang telah mendapat bimbingan wahyu, maka dalam dunia tasawuf diajarkan berbagai cara seperti riyadloh dan mujahadah untuk melawan hawa nafsunya. Akibat modernisasi dan industrialisasi adalah pengembangan kemampuan intelektual agar memiliki kemampuan bersifat apresiasi, dialogis, dan fungsional terhadap perkembangan IPTEK.
Tantangan kedewasaan dalam berfikir dan berkompetensi sangatlah diperlukan. Dengan keberadaan tasawuf dapat menjadi pendorong bagi peningkatan prestasi atau semangat bekerja, belajar dan sebagainya.
Tasawuf di era modern ini dituntut untuk lebih humanistik, empirik, dan fungsional. Penghayatan terhadap ajaran islam, bukan hanya reaktif, tetapi aktif serta memberikan arah kepada sikap hidup manusia di dunia ini , baik berupa moral, spiritual, sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya.
Tasawuf sosial bukan lagi bersifat uzlah dari keramaian dan ketika tasawuf menjadi ‘pelarian’ dari dunia yang ‘kasat mata’ menuju dunia yang spiritual, bisa dikatakan sebagai reaksi dan tanggung jawab sosial, yakni kewajiban dalam melakukan tugas dan merespon terhadap masalah-masalah sosial. Wallahu a'lam
Penulis: Syukur Riyadin