Written by Aniq Miladia Nur
Mentari kembali menyapa dengan sinar gagahnya. Uuwh sungguh menyengat badan, sangat terik dan silau di mata. Apalah daya, kami hanya para penduduk kota terpencil. Masih ada lahan tanah, sedikit tumbuh-tumbuhan, dan sedikit pula sumber air.
"Makan siang yuk, lapar banget nih.." ajak Tari, salah seorang teman kami yang tak pernah luput mengajak makan.
"Yuk yuk deh, emang mau makan apa Tar? Awas yahh, males aku nasi goreng terus" jawab si Sofi meledek
"Apapun makanannya, yang penting kita kumpul ya.." jawabku berlaga bijak
Inilah kami, Sofi, Tari, Ifah, Inah, Nikmah, dan aku Dian. Kami adalah sekelompok pertemanan yang selalu bersama walau aku sendiri lebih tua dari mereka. Kami adalah alumnus salah satu pondok pesantren di kota tempat kami tinggal ini. Kami selalu mempunyai mimpi yang meski mimpi itu tidak sejalan dengan para warga yang ada ditempat kami tinggali.
Mereka, para penduduk kota terpencil di kota ini adalah para manusia yang sibuk akan urusan hidup mereka dan untuk melangsungkan hidup mereka di dunia ini. Seakan mereka lupa kewajiban mereka, mereka lupa solat, puasa, padahal mereka Islam. Dari sebagian mereka juga ada yang masih melakoni perbuatan yang melanggar syari'at Islam, seperti berjudi atau meminum minuman keras.
Satu keprihatinan kami yang teramat mendalam, yaitu dari semenjak kami mondok sampai kami menjadi alumni masih saja mushola itu tak terpakai. Musholla Al Fatah, peninggalan Kiai Rahmat yang meninggal sekitar 3/4 tahunan lalu. Beliau tak berputra, dan tak ada lagi penerus yang seharusnya memimpin atau paling tidak imam solat untuk musholla Al Fatah tersebut.
"Hmm, kemarin nasi goreng, sekarang nasi Padang, oke besok nasi apa lagi Tar?!" Tanya Nikmah sedikit menyindir.
"Nasi kuning lah, iya yuk?! Hahah" jawab Inah sok asik.
Kami akhirnya makan siang dengan nasi Padang di warung makan itu. Hari ini spesial, karena semua biaya ditanggung oleh Ifah, dia lagi ulang tahun katanya.
Ditengah kami makan, datang seorang pria yang tak asing bagi kami. Kamal, ya dia Kamal. Pemuda yang sama-sama tinggal di tempat kami tinggal. Kamal menjelaskan kalau dia tadi sedang lewat jalanan sini dan melihat kami ber-enam. Akhirnya Kamal menghampiri kami.
Kami berbincang-bincang dan bercanda seru dengannya. Memang dasar dia ini orangnya ramah, asik, dan humoris. Dia tidak mau makan walau kami menawarkan, dia hanya minta sebotol teh dingin dari kulkas untuk dia minum.
Sekitar 15 menit kami berbincang dan bercanda, tanpa disengaja kami membahas tentang Mushola Al Fatah. Ada fakta menarik yang baru kamu tahu. Kamal menceritakannya.
"Lah iya, masa kalian baru tahu ternyata? Sudah ada dua bulanan ini lah, tuh anak-anak remaja komplek perumahan Jatijaya, mesti jam 12 an malam udah standbay di Mushola. Rame banget lah. Makannya aku cuma berani lihat, hahaha" ungkap Kamal serius dengan gaya santainya.
"Ngapain mereka jam 12 malam disitu? Katanya musola udah mati, lampu aja gak ada yang nyala, halaman kotor, WC juga nggak tahu lagi kabarnya" ujarku pada Kamal
"Ya Allah kak Dian, mereka lagi main, minum, ngrokok juga. Brisik juga." Jawab Kamal meyakinkan
"Masa sih?" Ucap kami seolah bersamaan
"Hey Kamal, kenapa nggak kamu labrak?Kamu nasihatin apa gimana kek? Masa kaya gitu dibiarin aja. Apa lapor pak RW?" Kata Sofi tidak terima
"Aku kan udah bilang tadi yaa, aku nggak berani. Ya bukannya gimana-gimana, Meraka banyak aku sendirian. Boro-boro ditegur, dilabrak, mendekati aja aku nggak berani. Maklumi aku lah, mereka anak orang kaya, aku? Mereka salah dan dihukum, masih ada uang orang tua mereka yang menolong. Bisa-bisa aku yang jadi kena sasarannya" ungkap si Kamal menjelaskan
"Kita harus susun taktik. Gak boleh musholla peninggalan pak Kiai Rahmat disia-siain gitu aja. Kita belajar Qur'an disana, belajar tajwid disana, khataman Qur'an juga dulu disana. Ayo temen-temen!" Ucap Tari dengan nada merendah tapi menusuk. Tari menitikkan air mata.
Baca juga : JELAJAH MAKAM TUA
Kami semua tersadar akan itu. Kami, begitu juga Kamal adalah santri pak Kiai Rahmat sebelum kami nyantri di pesantren. Kami mengenal huruf Hijaiyah dari beliau ditempat itu.
Setelah siang itu, malamnya aku, Tari, dan Sofi sedang kumpul di rumahnya Sofi. Kami ingin menindaklanjuti masalah siang tadi. Sambil minum teh dan makan pisang goreng kami bercakap-cakap. Kami sedikit menyusun rencana, tapi kami bingung bagaimana cara melakukannya.
Tak lama kemudian kami menyimpulkan untuk membahas di grup WhatsApp kami.
"Apa coba kita selidiki secara langsung ya? Kita mengintai dan memastikan apa benar yang Kamal jelasin tadi siang?" Ucap Ifah di grup tadi menanggapi pesan dariku sebelumnya
"Seharusnya iya, aku setuju aja sih" balas Inah menyetujui
"Hey, gimana caranya coba gengs? Kita perempuan. Masa mau keluar jam 12, malam-malam gitu?" Ungkapku sedikit kesal karena hal itu tak mungkin bisa
"Sebenarnya tadi sempat kita mikir begitu, tapi kan nggak mungkin gengs.." komen Tari menengahi
"Bagaimana kalo kita minta bantuan sama Kamal, dia bisa foto terus kirim ke kita kan?" Usul Sofi
Akhirnya semua setuju dengan usulan Sofi tadi. Malam ini juga Kamal kita hubungi untuk dimintai tolong. Kamal menyanggupi. Tepat pukul 00.20 Kamal mengirimkan beberapa foto dan satu video ke nomorku tentang apa yang Kamal lihat itu.
Astaghfirullah, ternyata apa yang diungkapkan Kamal memang benar adanya. Para remaja-remaja itu sedang duduk-duduk di teras musholla Al Fatah. Mereka berjumlah banyak, sekitar 15-an anak. Dalam video tersebut tampak jelas mereka sedang tak sadar, mereka mabok, mereka juga sedang main.
Aku dan kawan-kawan lain pun miris melihat kenyataan ini.
"Ya Allah, berani-beraninya mereka lancang melakukan hal buruk kaya gini?" Ucap Tari kesal
"Kita laporkan ke polisi aja yuk?!" Usul Inah spontan di grup WhatsApp kami
Kami semua tak terima dengan perlakuan remaja-remaja tersebut. Kami pun memutuskan untuk pagi nanti berkumpul membahas tindak lanjut dari persoalan ini. Kami janjian untuk berkumpul di masjid kota sekitar jam 9-an pagi.
Singkat cerita, akhirnya kami berakhir pada satu kesepakatan. Dengan langkah awal kami ber-enam sepakat untuk membersihkan bekas-bekas kotoran seperti botol, bekas kartu dll. Dengan harapan mereka sedikit terkejut dengan apa hasil yang mereka lakukan biasanya selalu berbekas, dan kali ini tidak.
Pagi itu Nikmah mengkordinir kami untuk melakukan bersih-bersih Mushola Al Fatah tersebut. Nikmah lah yang membagi setiap lini yang harus dijamah.
"Ini ya temen-temen.. kak Dian dan Shofi membersihkan/merapikan isi dalam musholla," kata Nikmah dengan santai. Dia pun melanjutkan tugas kami masing-masing.
Siang harinya beberapa warga dekat musholla terheran-heran dengan perubahan yang terjadi. Mereka memuji kami ber-enam namun ada juga yang mencaci. Menganggap kalau apa yang kami lakukan adalah kesia-siaan. Tapi kami berpihak pada warga yang menyukai gerakan kami.
Dari simpati warga tersebutlah kami menjalankan langkah kedua kami. Tidak lain adalah mengajak warga dan menyadarkan tentang pentingnya kita menjaga dan melestarikan musholla peninggalan pak Kiai Rahmat itu.
"Bu pak, musholla Al Fatah adalah mushola legenda yang harus kita jaga. Musholla Al Fatah adalah satu-satunya tempat ibadah orang muslim di wilayah kita. Ingat siapa yang mengajarkan Alif ba ta kepada anak-anak bapak ibu dulu? Apa iya mau dimusnahkan begitu saja ?!" Ungkapku pada beberapa warga yang simpati tadi
"Setidaknya kita bisa menjaga kalau belum mampu membina. Bukan mengacuhkan padahal dihari kita menangis" tambah Nikmah mencurahkan isi hatinya
Kami musyawarah bersama tentang bagaimana untuk kembali mengembangkan dan mensyiarkan Islam lewat musholla yang telah terbengkalai itu. Pada akhirnya kita sepakat untuk melaporkan kepada pak Harto, ketua RW wilayah kami.
Alhamdulillah sekali, pak Harto begitu baik dan bijak. Beliau mempersilahkan kami ber-enam untuk melakukan apapun yang maslahat untuk membangun kembali musholla itu.
"Mungkin untuk malam ini, saya kerahkan sepuluh satpam komplek untuk berjaga di area mushola, dan memasang lampu diluar dan dalam musholla" ujar pak Harto
"Seharusnya mulai hari ini atau besok adzan ahrus sudah dikumandangkan di Mushola itu" imbuh pak Harto
Kami memutuskan agar mulai subuh nanti sudah ada Muazin untuk adzan subuh. Nikmah dan Tari mengusulkan kalau Kamal untuk menjadi Muazin subuh nanti. Tari pun langsung menghubungi Kamal, dan Kamal pun menyanggupinya. Justru Kamal mengajukan dirinya agar selalu menjadi Muazin solat 5 waktu di Mushola Al Fatah tersebut.
Malam pun datang, sesuai apa yang kami harapkan. Pak satpam berjaga dari mulai jam 22.30 sampai pagi. Lampu menyala disisi jalan mushola, di taman mushola, di dalam ruangan, dan beberapa tempat lain. Ternyata benar, para remaja yang selalu nongkrong di Mushola tidak datang seperti biasa. Kami ber-enam begitu lega mendengar kabar itu.
Kami juga mendapat laporan dari salah satu satpam tadi lewat telepon, kalau besok pagi pak Harto akan menindak lanjuti para remaja tersebut. Pak satpam itu juga meminta foto dan video yang pernah Kamal kirim ke hapeku.
Malam berlalu dengan syahdunya, tepat pukul 4.25 waktu subuh datang untuk wilayah kami dan sekitarnya. Selang beberapa menit terdengar suara dari udara yang bersumy dari atas menara kecil Mushola Al Fatah.
"Allahuakbar Allahuakbar..."
Subhanallah, adzan kembali kami dengar lagi, warga dengar lagi, kami terbangun dengan ceria tidak seperti subuh pada biasanya. Itu adalah suara Kamal. Aku dan teman-teman mengajak orang tua dan warga untuk mendirikan solat subuh berjamaah di Mushola. Tidak lama kemudian iqomat dilantunkan. Kami solat berjamaah. Bukan hanya kami dan para warga sekitar yang menunaikan ibadah sholat subuh di Mushola pagi ini, terlihat jelas pak Harto juga hadir bahkan beliaulah yang menjadi imam sholat subuh kami. Subhanallah.
Baca juga : Indahnya Kebaikan Dolphins